Jumat, 18 Desember 2009

Menggapai Lailatul Qodar


Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Indahnya berpuasa, sholat tarawih dan tadarus seolah tidak ingin berlalu begitu saja. Bersama Istri dan Hana, kami mengadakan syukuran karena telah memasuki malam likuran yang biasa disebut asyrul awakhir atau malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir dengan membaca surat alfatehah dan menambah bacaan beberapa Juz setelah selesai kami menyantap hidangan sate ayam, pepes Ikan emas dan oseng ati ampela dengan minum air kelapa muda menjadi terasa nikmat.

Budaya likuran sebenarnya berangkat dari keterangan yang bersumber dari hadis Nabi, bahwa lailatul qadar kemungkinan besar jatuh pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Malam lailatul qadar diyakini sangat menggoda karena memiliki kualitas senilai seribu bulan bahkan lebih tingi lagi (khoirun min alfi syahr), maksudnya amal baik pada malam itu akan diganjar pahala berlipat ganda senilai orang beribadah selama seribu bulan.

Maka setiap malam likuran sering kali saya i'tikaf di masjid Agung Al-Azhar di Blok M. Disana banyak sekali orang-orang yang beri'tikaf. Sholat malam, ada yang membaca Al-Quran, ada juga yang sedang berdzikir. Masjid selalu semarak pada malam likuran dengan orang yang beribadah,

Semangat pada malam likuran adalah nikmatnya beribadah seolah jatuh cinta kepada kekasihnya. Bagi orang yang sedang mabuk kepayang, penderitaan terasa indah, yang berat terasa ringan, yang dingin terasa hangat, dan yang panas terasa dingin. Orang seperti ini merasakan betapa nikmatnya beribadah kepada Alloh SWT meski harus melalui kesulitan demi kesulitan di dalam hidup ini. Itulah yang disebut dengan semangat beribadah menggapai lailatul qodar.