Kamis, 31 Desember 2009

Cinta Yang Terbenam


Siang itu saya mendapatkan janji untuk bertemu dengan seorang perempuan separuh baya. Kami bertemu di kantor. 'Saya sebenarnya sudah bercerai,' begitu tutur perempuan itu tentang perjalanan hidupnya. 'Saya menggugat cerai suami saya dalam proses yang panjang dan melelahkan. Orang tuanya dan dia sangat berharap bisa mengasuh Bima, putra kami sebab bagi mereka. Laki-laki adalah p
Publish Post
enerus keturunan. Perempuan hanyalah dianggap sebagai 'konco wingking' (teman dibelakang). ' Ucapnya menghela napas panjang.

'Kelima saudara laki-lakinya semuanya hanya memiliki anak perempuan. Satu-satunya garis keturunannya yang memiliki anak laki-laki hanyalah kami yaitu Bima.' Wajahnya terlihat tegar. 'Perempuan mana yang tidak ingin minta cerai? Setiap gajian, dia simpan sendiri. Sementara untuk kehidupan sehari-hari dari gaji saya, untuk membantu orang tua dan adik-adik, saya harus sembunyi-sembunyi untuk mengirimkan pada mereka.' Tutur perempuan itu. Tak lama kemudian dia meminum teh hangat yang sudah sejak tadi telah disediakan.

'Barangkali gaji bapak untuk keperluan yang lebih utama seperti rumah, peralatan?' tanya saya.

'Benar Mas Agus, gajinya memang buat bayar kreditan rumah. Rumah itu sekarang dia yang meninggalinya. Sementara saya dan Bima tinggal dikontrakan. Saya dan Bima kabur dari rumah. Sejak itu dia tidak pernah mau peduli terhadap nasib kami berdua. Bahkan setiap apapun yang hendak ingin dilakukan untuk kepentingan istri dan anaknya sendiri dia selalu meminta izin ibunya. Itulah yang tidak saya suka mas,' ucapnya. Air matanya mengalir tak mampu disembunyikan kesedihan hatinya.

Dalam hati saya berpikir bahwa perempuan ini mengalami problem yang begitu berat. Problem klasik antara menantu dan mertua. Memang agak jarang saya mendengar menantu laki-laki bertengkar dengan mertua laki-laki atau menantu laki-laki bertengkar dengan mertua perempuannya namun saya hampir sering mendengar menantu perempuan bertengkar dengan mertua perempuannya. Mungkin alasan yang utama mertua perempuan merasa lebih tahu segalanya daripada menantu perempuannya, maka terlihatlah mertua perempuan cerewet bila bertemu dengan menantu perempuannya.

'Apakah Ibu pernah kemukakan perasaan ibu pada bapak?' tanya saya.

'Sudah Mas Agus dan itu tak merubah apapun.' ucapnya.

'Apa yang membuat Ibu jatuh cinta pada beliau?' tanya saya kembali.

'Suami saya itu tipe ideal, ganteng, tinggi, besar. Sifatnya jujur dan setia. Saya teringat waktu kami berpacaran dia begitu sayang pada saya. Setiap kali datang selalu membawakan makanan kesukaan saya. Dia membantu tugas-tugas kuliah, juga pekerjaan rumah, dia tidak pernah menyalahkan saya, apa lagi mencela kekurangan saya. Dimata saya, dia begtiu sempurna sebagai suami namun begitu menikah semua yang terlihat sempurna itu menjadi hilang.' tuturnya.

Saya memahami apa yang diucapkan, cintanya telah melukai hatinya, cintanya telah menenggelamkan hidupnya. 'Alhamdulillah Mas Agus, hakim telah mengabulkan gugatan cerai saya dan Bima dalam pengawasan saya sebagai ibunya. Saya tidak berharap apapun pada mantan suami saya. Rasanya tubuh saya menjadi bugar seperti melepaskan beban berat dipundak saya. Rasa plong!' Ucap Sang Ibu itu.

'Ah, bagaimana dengan Bima, Bu?' ucap saya terlontar tanpa tersadari. Apakah Sang Ibu menyadari bahwa anaknya suatu saat membutuhkan teladan dan kebanggaan dari seorang ayah. Seorang ayah yang memberikan kehangatan bagi Bima, putranya. Pelukan kasih sayang, menemaninya bermain, menjemputnya ke sekolah atau membantunya mengerjakan PR. 'Suami saya berpesan, bila nanti Bima telah besar dan menanyakan tentang bapaknya, bilang aja sudah mati!' Tutur Sang Ibu tanpa raut muka berubah, betapa tipisnya batas cinta dan benci.

Saya tak sanggup mengucapkan sepatah katapun tentang apa yang telah dikatakannya. Begitulah orang tua tidak pernah mau mengerti kondisi anak-anaknya. Mengorbankan anak-anak yang tumbuh dan berkembang yang membutuhkan cinta kasih, pelukan hangat, dukungan dan rasa aman bagi dirinya. Sedemikian mudahkah cinta itu tenggelam dalam perceraian? Tidak adakah jalan yang lebih baik?

---
Dan pergaulilah istri kalian dengan baik, kemudian bila kamu tidak menyukainya, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak (QS: An-Nisaa':19) .

By: agussyafii