Kamis, 17 Desember 2009

Qawlan Sadida

Manusia di samping memiliki temperamen dan karakter yang berbeda-beda, juga memiliki kesamaan-kesamaan yang bersifat universal. Pendekatan kepada manusia bisa dilakukan dengan pendekatan khusus jika manusia itu memiliki kekhususan yang menonjol, tetapi manusia sebagai kesatuan yang berbeda dengan kesatuan makhluk lainnya adalah sebuah kesatuan entitas yang memiliki kesamaan ciri umum. Di antara ciri-ciri umum itu adalah kemampuannya berpikir logis. Manusia dalam pengertian di atas dapat diubah tingkah lakunya dengan pendekatan-pendekat an yang logis.

Dalam perspektif ini alQuran menyebut istilah (qawlan sadida), yang dapat diterjemahkan menjadi perkataan yang lurus atau yang benar. Term qawlan sadida disebut dua kali dalam al-Quran, yaitu dalam surat al-Nisa'/4-9 dan al-Ahzab/33: 70-71:

Wahai orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah, dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yang besar (Q., s. al-Ahzab/33: 70-71).

Perintah untuk berkata benar dalam ayat di atas didahului oleh perintah bertakwa, dan ayat 71 merupakan janji keberhasilan jika pendekatan itu dipergunakan. Jadi pelaksanaan dakwah dengan qawlan sadîda itu harus berdiri di atas landasan takwa. Pesan dari ayat tersebut adalah bahwa barang siapa yang berdakwah dengan qawlan sadîda dan dakwahnya berdiri di atas landasan takwa maka dakwahnya bukan hanya memiliki daya panggil terhadap mad'u tetapi juga akan membangun diri dâ'i. Aktivitas dâ'i yang benar itu atas pertolongan Allah akan menyebabkan perbuatannya menjadi konstruktif, karena suatu perbuatan yang didasari oleh kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya, perbuatan itu sendiri sudah merupakan keberuntungan.

Menurut Ibn Manzhur dalam Lisan al Arab, kata sadid yang dihubungkan dengan qawl mengandung arti mengenai sasaran, (nashibul qashdi). Jadi pesan dakwah yang secara psikologis menyentuh hati mad’û-siapapun mad'û-nya-adalah jika materi yang disampaikan itu benar, baik dari segi logika maupun bahasa, dan disampaikan dengan pikiran takwa. Menurut Fazlur Rahman, takwa adalah aksi moral yang integral. Takwa adalah perbuatan kebaikan yang dilakukan sebagai perwujudan kapatuhan nafs kepada Allah SWT. Jadi dakwah yang benar adalah dakwah yang mempunyai bobot moral, moral force, dan keluar dari orang yang bermoral, orang yang bertakwa. Pesan moral yang disampaikan oleh orang yang tidak bermoral tidak mempunyai daya panggil, tidak akan mengubah tingkah laku mad'û, karena kebenaran dakwahnya digugurkan oleh dâi itu sendiri.

Seorang dai yang konsisten dengan pesan kebenaran dan didukung oleh integritas pribadinya yang mulia dijamin al-Quran bahwa dakwahnya bukan hanya mengubah tingkah laku mad'û tetapi juga membangun untegritas dirinya, (yushlih lakum a'mâlakum) dan karena motivasi takwanya yang kuat, maka kekeliruan-kekeliru an yang dilakukan menyangkut hal teknis, motode dan strategi, akan dimaklumi oleh manusia dan diampuni oleh Allah SWT, (yaghfir lakum dzunûbakum). Selanjutnya komitmen da'i kepada kebenaran universal, (al-Quran dan hadits) sudah merupakan keberuntungan tersendiri (fawzan adzîman).

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA